AMLAPURA - Gubernur Bali Made Mangku Pastika didampingi beberapa Pimpinan SKPD di lingkungan Pemprov Bali, melaksanakan persembahyangan bersama dengan pemedek serangkaian Upacara Melaspas dan Ngenteg Linggih Arcarna Linggih Ida Bhatara Pura Pejinengan Tap Sai, di kaki Gunung Tap Sai atau oleh masyarakat setempat sering disebut Gunung Tapis di Banjar Pura Gai, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem, Bali, Selasa 7/6/2016. Upacara pemlaspasan linggih Ida Bhatara yang digelar ini bertujuan menghilangkan aura-aura mala/kekotoran selama proses pemugaran, serta memberikan aura positif. Upacara Melaspas dan Ngenteg Linggih yang turut dirangkaikan dengan upacara piodalan sebagai wujud rasa syukur masyarakat setempat, yang juga diharapkan dapat memberikan vibrasi bagi alam sekitarnya, sehingga keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam sesuai ajaran Tri Hita Karana tetap terjaga. Bendesa Desa Pekraman Besakih, Wayan Gunatra menjelaskan, upacara Pemlaspas dan Ngenteg Linggih ini berkaitan baru usainya pemugaran Arcarna Linggih Ida Bhatara, yang bertujuan guna menyucikan bangunan tersebut sebelum Ida Bhatara distanakan saat puncak karya yang dilaksanakan pada 8 Juni 2016 rahina Budha Wage Kelawu, dan akan nyejer selama 15 hari terhitung mulai puncak karya. Upacara Melaspas dan Ngenteg Linggih dipuput oleh sulinggih yang berbeda, masing-masing yakni Ida Pedanda Gede Tianyar dari Gria Mandara Sidemen dan Ida Dalem Semarapura dari Puri Dalem Klungkung. Pura Pejinengan Tap Sai memiliki 2 pemangku pemucuk yakni Jro Mangku Wayan Kariasa dan Jro Mangku Ketut Sriwenten. Banjar Pura Gai sebagai lokasi pura tersebut masih masuk dalam wewidangan Desa Pekraman Besakih sehingga Bendesa Desa Pekraman Besakih ikut terlibat dalam pelaksanaan upacara tersebut, Kelian Banjar Pura Gai saat ini dijabat oleh Nyoman Buda. Pelaksanaan upacara turut dihadiri oleh Bupati dan Wakil Bupati Karangasem beserta jajarannya, dan Wakil Bupati Klungkung. *0900 - Persembahyangan pertama di Pura Melanting 10.30 - Persembahyang di Pura Pemuteran 12:00 - Makan Siang di Kawasan Pura Pemuteran Pura Pejenengan Tap Sai Karangasem Bali August 14, 2021. Buda Cemeng Klawu Piodalan Ida Bhatara Rambut Sedana August 11, 2021. CONTACT DETAIL.
BALI, – Sejak beberapa tahun lalu, Pura Pajinengan Gunung Tap Sai, mulai ramai didatangi umat Hindu dari berbagai daerah di Bali. Apalagi saat purnama dan tilem, pamedek numplek hingga tengah malam di pura setempat. 01 Januarin 2022 1744 Wita. Pura yang lebih dikenal dengan Pura Tap Sai ini terletak di Dusun Puregai, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem. Pengemponnya adalah krama Puregai. Untuk mencapai pura ini lewat jalur Desa Pempatan – Desa Ban Pura yang masuk wewidangan Banjar Adat Puregai,Desa Adat Besakih ini berada di tengah hutan, di lereng Gunung Agung atau sering juga disebut Gunung Jineng. Meski berada di lereng gunung, tak sulit menjangkau Pura Tap Sai itu. Jalannya sudah bagus, diaspal sampai di jaba pura. Salah seorang Prajuru di pura setempat, Kelihan Adat Puregai, I Nyoman Buda, mengatakan, pura itu sebenarnya bernama Pura Pajinengan. Berada di lereng Gunung Agung. Nama Jineng itu menurutnya diambil dari Gunung Jineng yang ada di sana. “Secara umum namanya Gunung Agung,” jelasnya saat ditemui Media Bhayangkara Perdana News MBP News Nasional . Bagaimana dengan sebutan Tap Sai? Dengan senyum mengembang, I Nyoman Buda. mengatakan bahwa pertanyaan itu sering dilontarkan sejumlah pamedek yang nangkil ke sana. Sebutan itu lebih memasyarakat di luar desa. Hal itu terbukti saat Awak Media ini bertanya kepada sejumlah warga di wilayah Dusu Daya yang berbatasan dengan Puregai Beberapa dari mereka malah kebingungan ketika ditanya Pura Tap Sai. Tahunya Pura Pajinengan. I Nyoman Buda menceritakan, Tap Sai itu berawal dari kata matapa sesai atau sai-sai setiap hari bertapa atau bersemedi, News. Semakin sering diucapkan, malah menjadi Tap Sai. “Mendengar namanya, sepertinya kecina-cinaan. Tapi tidak ada hubungan dengan Cina. Karena itu tadi, matapa sai-sai. Lama kelamaan menjadai Tap Sai,” terang I Nyoman Buda. Konon, lanjut dia, tempat berdirinya pura itu dulunya adalah tempat bersemedi. Tak diketahui dengan pasti, kapan pura itu mulai ada. Kelihan Adat berusia 5o tahun ini, sebatas memberikan gambaran bahwa pura tersebut sudah ada sejak dirinya masih kecil. Namun, bangunannya tak sebagus sekarang. Begitu juga dengan palinggihnya juga dulu tidak beragam. Dia menegaskan bahwa adanya banyak palinggih, dan pura semakin terawat sejak dilakukan rehab pura tahun 2000-an. “Upacara besarnya setelah pembangunan itu digelar , yaitu sekitar tahun 2015. Sejak saat itu lah mulai ramai nangkil,” cerita Kelih Adat Puregai. Pernyataan I Nyoman Adat Puregai ini, juga dibenarkan Jro Mangku Kariasa dan Jro Mangku Puspa. Mereka menyebutkan, ada tiga dewi berstana di pura itu. Yakni Dewi Saraswati, Dewi Sri, dan Dewi Laksmi atau disebut Bhatara Rambut Sedana, dan sering pula disebut Tri Upa Sedana. Umat Hindu percaya bahwa dengan memohon atau nangkil ke pura itu, akan mendapat anugerah. Banyak juga, lanjut I Nyoman Buda, pamedek nangkil untuk memohon keturunan. Karena memang ada palinggih Lingga Yoni. “Kalau memohon keturunan biasanya di sini, ada juga memohon biar lancar dalam bisnis,” ujarnya sambil menunjukkan palinggih Lingga Yoni. Bagi mereka yang akan nangkil, diharapkan mematuhi aturan yang ada, yakni dilarang langsung nyelonong ke utama mandala. Ada beberapa tahapan sembahyang mesti dilalui. Dimulai dari paling bawah di palinggih Ratu Penyarikan Pengadang-adang, dilanjutkan sembahyang di palinggih Ratu Gede Mekele Lingsir. Sebuah palingih batu besar bertuliskan huruf Bali. Naik lagi, itu ada palinggih Widyadara-widyadari. Kemudian dilanjutkan pangayengan Dalem Ped Pura dalem Ped di Nusa Penida. Selanjutnya naik lagi menuju beji. Di sana, pamedek malukat dengan tirta yang disebut tirta bang, yang merupakan salah satu jenis tirta di pura itu. I Nyoman Buda menyebutkan, ada tiga tirta dari klebutan atau sumber air berbeda di pura itu. Yakni tirta bang, tirta selem, dan tirta putih. Khusus untuk tirta putih belum dialirkan ke bawah, masih harus mendaki. Sedangkan tirta selem sudah bisa nunas di areal Utama mandala. Setelah malukat di beji ini, baru diperkenankan masuk areal madya mandala. Di sana terdapat Sebuah palinggih Ganesha atau oleh pamangku setempat disebut Sanghyang Gana. Setelah nangkil di sana, dilanjutkan ke utama mandala yang merupakan komplek palinggih Ida Bhatari Tri Upa Sedana. Palinggih Lingga Yoni juga ada di sini. setelah itu, dilanjutkan sembahyang di palinggih Ratu Hyang Bungkut. “Harus diikuti alurnya itu kalau tidak ingin terjadi hal-hal negatif. Ibaratkan secara skala, izin dulu dengan yang di bawah sebelum masuk pura,” ungkapnya, Kelih Adat Puregaai. MBPN-Nengah Suena Post View 204 Navigasi pos
Foundedin 2011 and currently in seven cities (Singapore, Hong Kong, Bangkok, Phuket, Shanghai, Bali, and Jakarta), Chope has grown consistently over the past 10 years. Powering this growth is Chope's close relationships with top restaurant partners, which include Commonwealth Concepts, JUMBO Group, Soho Hospitality, Lost Heaven, Dining
Bali yang mayoritas agama Hindu, memiliki kepercayaan beragama yang sangat kental, memiliki berbagai macam tata cara untuk bisa menghubungkan rohani dengan sang Pencipta. Termasuk juga kepercayaan membersihkan diri dengan cara jasmani dan rohani, umat Hindu memiliki tata cara dinamakan melukat atau meruwat. Di Bali sendiri ada sejumlah pura yang dipercaya oleh umat Hindu sebagai tempat untuk tentang pura tempat atau genah melukat di pulau Dewata Bali ini kami kemas, karena banyak warga Bali yang memerlukan informasi mengenai tempat-tempat untuk melukat atau meruwat tersebut, ada banyak tempat di Bali, tetapi dalam halaman ini kami kemas beberapa informasi saja, sehingga setidaknya bisa membantu mereka yang memerlukan informasinya. Tirta Empul Tampak Siring Tempat melukat di areal suci pura Tirta Empul Tampak Siring ini menjadi salah satu tempat yang paling populer di pulau Dewata Bali, lokasinya di desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar – Bali. Sumber mata air alam tersebut ditampung dalam sebuah kolam penampungan kemudian dialirkan ke tempat pemandian melalui sejumlah pancuran. Tempat atau genah melukat di Tirta Empul ini dipercaya bisa membersihkan kotoran jasmani maupun rohani, menghilangkan sehananing mala. Sehingga segala hal yang bersifat negatif dalam tubuh bisa dinetralisir. Pura Tirta Empul Tampak Siring, memiliki kisah unik yang berhubungan dengan raja Mayadenawa, raja lalim tersebut akhirnya tewas di tangan Dewa Indra. Tirta Empul selain sebagai tempat atau genah melukat juga merupakan salah satu objek wisata populer di pulau Bali. Pura Campuhan Windhu Segara Tempat penglukatan atau genah melukat ini terletak di pantai Padang Galak Sanur, Denpasar Timur. Bangunan suci pura Campuhan Windhu Segara ini mulai dibangun tahun 2005 dipercaya untuk menyembuhkan penyakit, pura ini dibangun dan digagas oleh Jro Mangku Gede Alit Adnyana, beliau sebagai pendiri dan penemu pura setelah 108 hari pergi ke tengah hutan melakukan tapa, brata dan yoga semadi sekarang diberi gelar Mahaguru Altreya Narayana. Sang Mahaguru yang sempat putus asa karena penyakit gagal ginjal, mendapat petunjuk dan pewisik untuk mendirikan pura ini, setelah dipenuhi beliau sembuh sedia kala sampai saat ini. Melukat di Pura Campuhan Windhu Segara, ada 3 tempat urutan melukat yang pertama di ajeng pelinggih Betara Wisnu sekaligus melukat dengan bungkak, di air campuhan tepi pantai dan di pura beji. Pancoran Tirta Sudamala Lokasi dari tempat penglukatan atau genah melukat ini berada di pinggir sungai desa Sedit, Bebalang, kabupaten Melukat di tempat ini diyakini bisa mengobati berbagai penyakit yang disebabkan oleh hal-hal mistis, melebur segala kekuatan ilmu hitam, sehingga segala kekuatan negatif bisa lebur dan segala mala kotoran dalam tubuh bisa hilang, Pancoran Tirta Sudamala ini bisa menjadi tujuan alternatif untuk menemukan kesembuhan penyakit anda. Di tempat ini dilakukan beberapa kali prosesi melukat, penglukatan pertama dimulai dari 3 buah sumber mata air kelebutan di sungai, selanjutnya menuju ke 9 buah pancoran setinggi sekitar meter yang dinamakan pancoran Dewata Nawa Sanga dan penglukatan yang terakhir menuju ke 3 buah pancoran kecil. Tata cara melukat di tempat ini diarahkan oleh Jro Mangku Pura Luhur Tamba Waras Pura ini terletak di Penebal, Tabanan, diyakini sebagai gudangnya obat secara niskala, sehingga banyak warga Hindu yang datang ke tempat ini untuk memohon pengobatan dan kesembuhan, seperti namanya berasal dari kata Tamba yang artinya obat dan Waras berarti sembuh. Proses ritual dan memohon pengobatan, pemedek terlebih dahulu melakukan penglukatan di tempat atau genah melukat yang berupa tujuh buah pancuran yang dikenal dengan Pancoran Sapta Gangga, mulai proses penglukatan terkadang mereka yang memang terjangkit penyakit dari perbuatan mistis tidak jarang langsung trans atau kesurupan, bahkan ada yang muntah-muntah pertanda ada reaksi dalam tubuh manusia setelah melakukan proses penglukatan. Selanjutnya anda melakukan persembahyangan, dan oleh jro mangku anda akan di kasi obat untuk diminum dan juga dioleskan pada kulit. Penglukatan Pancoran Solas Lokasinya tempat penglukatan ini di areal Pura Taman Mumbul Sangeh, kalau dari arah Denpasar sekitar 100 meter sebelum objek wisata Sangeh dan belok kanan. Tempat atau genah melukat ini dipercaya menetralisir berbagai kekuatan jahat yang ada dalam tubuh manusia, baik itu karena pengaruh mistis orang lain ataupun karena sifat pribadi yang secara alami dimiliki oleh manusia. Seperti namanya terdapat 11 buah pancoran dalam sebuah areal permandian, airnya jernih dan segar berasal dari mata air alami. Sebelah pancoran tersebut sebagai lambang atau simbol dari kekuatan Tuhan yaitu simbol dari Dewata Nawa Sanga ditambah lagi pancoran Dewi Saraswati dan Dewi Gangga. Pancoran Dewi Saraswati sendiri sebagai lambang dan simbul dari sumber ilmu pengetahuan dan Dewi Gangga diyakini sebagai Pura Pajinengan Agung Tap Sai Pura ini terletak di kaki Gunung Agung, nama Tap Sai yang disematkan di Pura Pajinengan Agung ini berasal dari kata metapa sai-sai atau tempat orang bertapa dan disingkat menjadi Tap Sai, lokasi pura di tengah hutan desa Pempatan Rendang, alamnya tenang da sepi jauh dari pemukiman penduduk, sehingga memang tempat ini akan ideal sekali untuk melakukan meditasi atau perenungan diri. Di kawasan Pura Tap Sai juga terdapat pura Beji, sebagai tempat melukat atau membersihkan rohani kita, agar dibersihkan dan dijauhkan daru pengaruh-pengaruh negatif. Ada sejumlah pelinggih di kawasan pura, tempat persembahyangan pertama adalah palinggih Ratu Penyarikan Pengadang-adang yang letaknya paling bawah, kemudian ke pelinggih Ratu Gede Mekele Lingsir, berikutnya ke pelinggih Widyadara-widyadari, Pengayengan Dalem Ped, ke Pura Beji Tempat atau genah melukat, ke pelinggih Ganesha baru kemudian ke pelinggih utama di Pura Pajinengan Tap Sai. Beji Waringin Pitu Tempat atau genah melukat di Bali ini berada Br. Celuk, desa Kapal, kecamatan Mengwi, Badung. Ckup dekat dengan pusat kota Denpasar. Seperti namanya Beji Waringin Pitu, kata “beji” adalah berarti tempat pemandian,”waringin” berarti pohon beringin sedangkan “pitu” berarti tujuh yang merujuk pada 7 buah pancuran, memang tempat ini merupakan sebuah pemandian suci yang terdiri dari 7 buah pancuran yang terletak di bawah pohon beringin yang umurnya sudah ratusan tahun. Behi Waringin Pitu ini terletak di pinggir sungai Yeh Penet, suasananya tenang dan nyaman. Di tempat inilah dipercaya sebagai tempat untuk meruwat melukat dari kemalangan diri dan pengobatan. Pura di Beji ini diyakini sebagai linggih dari Ida Ratu Manik Galih, beliau dipercaya memiliki kuasa dalam pengobatan atau metetambaan. Pura Dalem Pingit Sebatu Tempat atau genah melukat ini berada di dasar lembah, berupa air terjun dengan aliran dan debit airnya cukup besar. Dikenal dengan nama Pura Dalem Pingit Lan Kusti, di tempat ini dipercaya untuk mengobati berbagai penyakit yang disebabkan oleh ilmu hitam. Ada hal unik yang terjadi saat anda melukat di sini. Jika orang tersebut memiliki penyakit atau jiwanya sedang kotor, maka guyuran air yang mengenai tubuh akan berwarna keruh, aliran airnya berwarna seperti bilasan air besar. Fenomena ini tentu sangat menarik, karena bisa dilihat oleh kasat mata. Aliran air tersebut dipercaya karena pengaruh hal-hal negatif dalam tubuh. Air terjun di desa Sebatu, Kecamatan Tegalalang ini awalnya ditemukan oleh turis asing dan sekarang sudah dikenal oleh masyarakat luas sebagai genah melukat. Pura Batu Pageh Lokasi pura di Banjar Kangin, desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kab. Badung. Lokasinya sendiri berada pada sebuah tebing di goa, goa tersebut berada pada ketinggian 10 meter, sehingga perlu menaiki tangga. Goa tempat pelinggih di Pura Dalem Batu Pageh ini memang tampil unik dan menarik termasuk juga dihuni oleh ratusan kelelawar. Dari mulut goa anda bisa menyaksikan keindahan alam laut pantai Batu Pageh yang terletak di bawahnya. Jika anda bersembahyang ke sini, pura pertama yang akan temui adalah pura Taman yang berada di pelataran parkir, kemudian dilanjutkan meniti anak tangga dan bertemu pelinggih pura Kepandean, baru kemudian anda sampai di Pura Dalem Batu Pageh. Pura Siwa Tempat melukat berikutnya yang sekarang cukup populer adalah di Pura Siwa, kawasan suci yang terdapat patung Dewa Siwa setinggi 10 meter ini, menjadi sebuah tempat yang baru populer. Dikenal juga dengan nama Pura Siwa Budha, lokasinya di dataran tinggi lereng Gunung Batukaru kawasan desa Pujungan, 100 meter sebelum pura Siwa juga terdapat Pura Malen. Dari kawasan ini suasana alamnya tenang dan asri, menyuguhkan pemandangan lembah dan perbukitan yang cantik. Tidak mengherankan Pura Siwa ini menjadi tujuan ideal bagi mereka yang ingin melakukan meditasi. Selain patung dewa Siwa, di pelataran pura terdapat Lingga Yoni yang merupakan lambang kesuburan, di tempat ini juga warga bisa memohon anugerah sesuai keinginan, terutama lagi mereka yang ingin memohon anak. Di kawasan pura Siwa juga terdapat penglukatan Brahman yang dipercaya bisa menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Pura Goa Peteng Alam Tempat melukat yang terletak di Jimbaran Bali ini dikenal dengan nama Pura Tunjung Mekar atau Goa Peteng Alam, seperti namanya untuk menuju tempat melukat memasuki sebuah goa menuruni puluhan anak tangga untuk menuju dasar goa, sehingga tempat tersebut memang benar-benar gelap, walaupun anda datang pada siang hari, sehingga lampu penerangan wajib anda bawa. Melukat meruwat di Pura Goa Peteng sendiri dipecaya dan diyakini warga bisa menyembuhkan penyakit atau hal-hal negatif pada tubuh manusia. Lokasi pura ini berada di tanah lapang, yang sekitarnya cukup sepi, memasuki pelataran pura, terlihat pohon beringin besar, memasuki goa ada pelinggih, tempat anda bersembahyang pertama, baru kemudian masuk dan menuruni anak tangga. Ada dua buah di tempat ini yang satunya untuk melukat dan satunya lagi untuk nunas tirta. Taman Beji Samuan Carangsari Keberadaan tempat melukat ini tergolong yang terbaru di pulau Dewata Bali, padahal tempat melukat ini diperkirakan sudah berumur tua, sudah ada sejak lama dan merupakan peninggalan Bali Kuno, tetapi baru ditemukan oleh warga, di kawasan ini pelinggih siwa-Budha di pura Dalem dan kuburan etnis Tionghoa di desa Carangsari, ini menandakan sudah akulturasi budaya Hindu dan Tionghoa dari jaman dulu. Pura Taman Beji samuan terletak di desa Carangsari, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Tempat melukat di kawasan Pura Taman Beji ini di pinggir sungai Yeh Penet yang mengalir jernih. Pada bagian atas terdapat mata air alam serta kolam air penampungan, dengan pesona alam indah dan menarik. Sehingga Taman Beji Samuan di Carangsari menjadi tujuan wisata religi yang cukup populer saat ini. Pura Goa Giri Putri Nusa Penida Tempat atau genah melukat ini berada di Pulau Nusa Penida, untuk datang ke lokasi perlu transportasi laut dari Bali, bisa dengan kapal cepat atau fast boat. Seperti namanya pura Goa Giri Putri, terdapat sejumlah pelinggih yang terdapat dalam sebuah goa, sehingga goa tersebut tergolong cukup luas, goa ini tembus berada dalam sebuah bukit, pintu masuknya kecil melalui celah batu seukuran orang dewasa, tetapi pintu keluarnya di seberang cukup besar. Salah satu pelinggih yang berada di tengah goa adalah pelinggih Dewi Gangga, tempat ini dipercaya untuk genah melukat agar secara lahir batin manusia tersebut terlepas dari hal-hal negatif, membersihkan mala dan meminta berkat kesembuhan pengobatan. Di Pura Goa Giri Putri banyak yang memohon anugerah berupa kekuatan magis. Pura Kereban Langit Pura ini tergolong unik, lokasinya di desa Sading, Kec. Mengwi, Badung, terletak dalam sebuah goa. Nama pura tersebut berasal dari kata “kereb” yang berarti atap dana “langit” berarti langit, jadi pura yang beratapkan langit. Lalu bagaimana dalam sebuah gua beratapkan langit, itu dikarenakan di atas langit-langit gua tersebut terdapat lubang tembus ke atas menghadap langit. Di kawasan pura Kereban Langit ini juga terdapat beji dengan 5 buah pancuran, di tempat inilah para pemedek melukat terlebih dahulu sebelum memulai persembahyangan di areal utama dalam goa. Pura Kereban Langit ini dipercaya oleh warga sebagai tempat untuk memohon anak atau keturunan. Di dalam goa tersebut selain terdapat sejumlah pelinggih, juga terdapat Tirta yang dinamakan Tirtha Salaka. Pura Geger Dalem Pemutih Lokasi Pura Geger Dalem Pemutih ini di desa adat Peminge, kawasan Nusa Dua Selatan, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan, Badung. Pura ini terletak di atas tebing, berlatar belakang pemandangan alam laut yang indah. Pura ini juga sebgai jejak dari perjalanan spiritual Dang Hyang Nirartha, diceritakan sebelum perjalanan beliau ke Uluwatu, sempat singgah di sini untuk beristirahat dan melakukan tapa semadi. Keberadaan Pura Dalem Pemutih tersebut berkaitan juga dengan babad Dalem Pemutih yang menceritakan petinggi kerajaan yang bernama Dalem Petak Jingga yang bersengketa dengan raja Gelgel, yang akhirnya hengkang dan sampai di tempat ini. Di sebelah Selatan pura masih dalam satu kawasan, terdapat juga pura Beji yang menjadi tempat atau genah melukat. Pura Pucak Watu Geni Pura tempat melukat di Bali ini terletak di tengah kota Denpasar, tepatnya di Jalan Buluh Indah, kemudian masuk ke jalan Nuansa Indah Selatan. Walaupun Pura Pucak Watu Geni terletak di tengah Kota Denpasar dan sangat mudah diakses, namun namanya belum begitu populer, padahal pura ini memiliki sejumlah keunikan sehingga membuatnya cukup fenomenal, seperti ada sebuah guci dari batu yang terletak di pelataran utama pura, guci tersebut berisi air abadi yang tidak pernah habis, selain itu cikal bakal pura ini karena ditemukan batu yang panjangnya sekitar 5 meter, yang konon ujungnya mengeluarkan api sehingga dinamakan Pucak Watu Geni, bahkan sampai sekarang di saat piodalan atau pujawali batu tersebut masih mengeluarkan asap. Lokasi pura memang berada di antara perumahan warga namun nuansa religius di tempat ini sangat kental. Demikian informasi sejumlah pura atau tempat suci yang digunakan sebagai tempat atau genah melukat di Bali, dipercaya bisa untuk membersihkan bada jasmani dan rohani, menghilangkan kekuatan negatif dalam tubuh, tentunya juga untuk memohon anugerah keselamatan, baik itu memohon kesembuhan, kekuatan magis dan bahkan untuk memohon anak ataupun keturunan. Semuanya tentu berdasarkan keyakinan dan kepercayaan dari masing-masing individu dengan didasari rasa bakti yang tulus karena objek wisata di Bali, berbagai keindahan budaya, seni dan tradisi lokal sanggup menarik keinginan wisatawan. Bali memang memiliki banyak hal seperti wisata petualangan, cruise dan kapal selam Odyssey Submarine, termasuk tiket kapal cepat atau fast boat ke Gili Trawangan dan Nusa Lembongan. Untuk itulah Bali Tours Club menyediakan berbagai jenis armada untuk keperluan sewa mobil, sewa bus pariwisata sampai sewa mobil mewah untuk keperluan tour di Bali yang lebih nyaman dan harga lebih murah. Tổấm - nơi tôi muốn trở về. (PLO)- "Tôi phải cố gắng học tập và lao động cật lực để có được một ngôi nhà, một tổ ấm tôi mơ không chỉ cho riêng mình"- tác giả trải lòng trong bài viết gửi về cuộc thi "Tổ ấm tôi mơ" do báo Pháp Luật TP.HCM phối hợp cùng Tập Pura ini terletak dekat dengan pura Besakih. Sebelum Pura Dalem Puri, belok kiri ikutin jalan sampai bertemu pertigaan belok kanan. Pura ini sangat mudah ditemukan karena banyaknya tanda untuk menuju kesana dan masyarakat sekitar banyak yang tahu lokasi Pura ini, jadi saran saya daripada mencari menggunakan Map, lebih baik dan cepat untuk bertanya langsung karena jalan bagus. AURA ketenangan Pura Tap Sai begitu terasa, sehingga sudah selayaknya para umat sering ke pura tersebut untuk bertapa. Selain itu, para bhakta percaya bahwa dengan memohon anugerah di pelinggih Lingga Yoni pura, segala permasalahan terkait kesehatan, rezeki, jodoh dan sebagainya mendapat pencerahan, sehingga menemukan jalan keluar yang tepat. Hal tersebut tentu dikembalikan lagi kepada kepercayaan umat dalam memohon ke hadapanNya, sedangkan para pemangku pura hanya memfasilitasi dengan memanjatkan doa-doa suci ke hadapan Beliau. “Yang banyak datang untuk memohon tamba malah para bhakta, tiang tidak tahu akan itu. Yang tiang tahu cuma memohon doa keselamatan. Mungkin Beliaulah yang memberikan para bhakta ini petunjuk niskala tentang hal tersebut,” ujar pemangku Pura Tap Sai, Mangku Kariasa. Pura Tap Sai di-empon oleh 200 orang krama dari Dusun Pura Gae Rendang. Oleh karena pura ini adalah linggih atau stana Tri Upa Sedana, maka pura ini memiliki 3 hari besar upacara piodalan. Pada Rahina Buda Cemeng Klawu, piodalan Ida Bhatara Rambut Sedhana piodalan utama. Pada Sukra Umanis Klawu, piodalan Ida Bhatara Sri, dan Saniscara Umanis Watugunung piodalan Ida Bhatara Saraswati. Namun, pura ini dinyatakan selalu saja dikunjungi bhakta untuk sembahyang tatkala hari Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon dan hari tertentu lainnya. Pura Tap Sai ini terdiri atas 3 konsep mandala seperti keberadaan pura lainnya. Pada nistaning mandala terdapat sebuah palinggih batu besar yang bertuliskan huruf sastra Bali kuno, serta sebuah pelinggih yang di belakangnya terdapat sebuah pohon besar yang disakralkan. Pelinggih batu tersebut diibaratkan “protokoler” dari Ida Ratu Mekele Gede Lingsir yang mengkomandoi rerencang Ida Bhatara selaku “satpam” dari Gunung Puncak Mundi. Sedangkan sebuah pelinggih yang berdampingan di sana adalah pengayatan dari Ida Ratu Dalem Ped Nusa Penida, yaitu Ratu Niang Mungkur yang merupakan rajanya dari para jin. Memasuki kawasan madya mandala, terdapat sebuah palinggih Ganesha yang berstana Ida Bhatara Sanghyang Ganapati Ganesha selaku perwujudan Ida Bhatara Rambut Sedana yang memberikan perlindungan dan pemusnah rintangan bagi umat manusia. Letak bangunan tersebut agak menyamping di sebelah kiri pura dengan di belakangnya juga terdapat pohon besar yang disakralkan. Serta beberapa buah bale pesanekan. Sedangkan kawasan utama mandala, merupakan inti dari bangunan palinggih Ida Bhatara Tri Upa Sedana. Di kompleks tersebutlah keberadaan pelinggih Lingga Yoni Ida Bhatara, tempat memohon keselamatan dan penganugerahan. Para pemedek yang tangkil biasanya menghaturkan 11 batang dupa di tempat tersebut, sembari memohon hal yang mereka inginkan. Menariknya, di belakang kompleks utamaning mandala berdiri sebuah pohon beringin yang sangat besar dan begitu disakralkan. Di sana dulu terdapat arca Lingga Yoni yang kini terlilit dan menjadi satu ke dalam pohon beringin tersebut. “Dulu Lingga Yoni itu sempat dibawa pulang oleh masyarakat, tapi sesampainya di rumah menghilang. Esoknya sudah kita dapati kembali lagi di pura. Dari sanalah di-linggih-kan di depan pohon, dan kini dililit sehingga tidak kelihatan,” papar Mangku Kariasa. Di luar kompleks pura namun menyatu dengan keberadaan pura, terdapat sebuah palinggih yang merupakan beji dari Ida Bhatara. Pelinggih tersebut mensiasati kendala tempat melasti Ida Bhatara yang berada di lereng bukit. Sehingga, air yang mengalir ke pelinggih beji tersebut berasal dari 3 titik tirta yang berada di atas bukit puncak mundi, yaitu Tirta Batu Putih, Tirta Batu Selem dan Tirta Batu Tengah. Pura Tap Sai relatif masih minim didengar oleh kalangan umat Hindu di Bali. Dari nama pura, seolah pura ini seperti kental dengan nuansa “Cina”-nya. Ternyata, pemahaman tersebut sirna saat kita mengetahui asal-usul nama pura tersebut. Pura Tap Sai merupakan pura yang dinamai dari kebiasaan bhakta umat yang tangkil datang ke pura untuk meminta keselamatan dan penganugerahan. Tap Sai berasal dari kata matapa saisai bertapa atau semedi setiap hari meminta amertha. Menurut penuturan Jro Mangku Pura Tap Sai, Mangku Kariasa, pura tersebut belum diketahuinya secara persis kapan kemunculannya. Sebab, diketahuinya pura tersebut sudah lama berdiri sejak kakek buyutnya ada. Namun, dari beberapa sumber, utamanya dari Lontar Kuntara Bhuana Bangsul, dipaparkan Pura Tap Sai adalah pura yang terletak di kawasan lereng Gunung Toh Langkir atau Gunung Agung, tepatnya di puncak bukit Jineng. Dalam lontar tersebut disebutkan bahwa ada 3 dewi yang berstana di dalam Pura Tap Sai, yaitu Ida Dewi Saraswati, Ida Dewi Sri dan Ida Dewi Laksmi. Ketiganya disebut dengan Bhatara Rambut Sedana atau Tri Upa Sedana atau tiga dewi pemberi kesuburan dan penganugerahan. Dalam manifestasinya, Bhatara Rambut Sedana menjelma menjadi Dewi Laksmi yaitu dewa dari sawah dan tegalan. Sementara dalam wujud dewi sandang, papan dan makanan, Bhatara Rambut Sedana bermanifestasi sebagai Dewi Sri. PuraSad Kahyangan Lempuyang Luhur, Desa Adat Purwayu, Desa Tribuana, Kecamatan Abang, menggelar upacara Wana Kertih, mlaspas Pura Pasar Agung, Segara Kertih, Panca Wali Krama dan Matetingkeb. Beberapa rangkaian karya, seperti Wana Kertih, sudah digelar. Sementara untuk karya utama, Panca Wali Krama, rencananya puncaknya akan dilaksanakan pada 20 Januari 2019 nanti. BALI EXPRESS, RENDANG – Sejak beberapa tahun lalu, Pura Pajinengan Gunung Tap Sai, mulai ramai didatangi umat Hindu dari berbagai daerah di Bali. Apalagi saat purnama dan tilem, pamedek numplek hingga tengah malam di pura setempat. Pura yang lebih dikenal dengan Pura Tap Sai ini terletak di Dusun Puragae, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem. Pengemponnya adalah krama Puragae. Untuk mencapai pura ini lewat jalur Rendang-Kubu. Pura yang masuk wewidangan Desa Adat Besakih ini berada di tengah hutan, di lereng Gunung Agung atau sering juga disebut Gunung Jineng. Meski berada di lereng gunung, tak sulit menjangkau Pura Tap Sai itu. Jalannya sudah bagus, diaspal sampai di jaba pura. Salah seorang pemangku di pura setempat, Jro Mangku Santa mengatakan, pura itu sebenarnya bernama Pura Pajinengan. Berada di lereng Gunung Agung. Nama Jineng itu menurutnya diambil dari Gunung Jineng yang ada di sana. “Secara umum namanya Gunung Agung,” jelasnya saat ditemui Bali Express Jawa Pos Group. Bagaimana dengan sebutan Tap Sai? Dengan senyum mengembang, Mangku Santa mengatakan bahwa pertanyaan itu sering dilontarkan sejumlah pamedek yang nangkil ke sana. Sebutan itu lebih memasyarakat di luar desa. Hal itu terbukti saat koran ini bertanya kepada sejumlah warga di wilayah Kladian yang berbatasan dengan Puragae. Beberapa dari mereka malah kebingungan ketika ditanya Pura Tap Sai. Tahunya Pura Pajinengan. Jro Mangku Santa menceritakan, Tap Sai itu berawal dari kata matapa sesai atau sai-sai setiap hari bertapa atau bersemedi, Red. Semakin sering diucapkan, malah menjadi Tap Sai. “Mendengar namanya, sepertinya kecina-cinaan. Tapi tidak ada hubungan dengan Cina. Karena itu tadi, matapa sai-sai. Lama kelamaan menjadai Tap Sai,” terang Mangku Santa. Konon, lanjut dia, tempat berdirinya pura itu dulunya adalah tempat bersemedi. Tak diketahui dengan pasti, kapan pura itu mulai ada. Jro Mangku berusia 54 tahun ini, sebatas memberikan gambaran bahwa pura tersebut sudah ada sejak dirinya masih kecil. Namun, bangunannya tak sebagus sekarang. Begitu juga dengan palinggihnya juga dulu tidak beragam. Dia menegaskan bahwa adanya banyak palinggih, dan pura semakin terawat sejak dilakukan rehab pura tahun 2000-an. “Upacara besarnya setelah pembangunan itu digelar , yaitu sekitar tahun 2014. Sejak saat itu lah mulai ramai nangkil,” cerita Jro Mangku Santa. Pernyataan Mangku Santa ini, juga dibenarkan Jro Mangku Nengah Ngebeng dan Jro Mangku Istri Ketut Tirta. Mereka menyebutkan, ada tiga dewi berstana di pura itu. Yakni Dewi Saraswati, Dewi Sri, dan Dewi Laksmi atau disebut Bhatara Rambut Sedana, dan sering pula disebut Tri Upa Sedana. Umat Hindu percaya bahwa dengan memohon atau nangkil ke pura itu, akan mendapat anugerah. Banyak juga, lanjut Mangku Santa, pamedek nangkil untuk memohon keturunan. Karena memang ada palinggih Lingga Yoni. “Kalau memohon keturunan biasanya di sini, ada juga memohon biar lancar dalam bisnis,” ujarnya sambil menunjukkan palinggih Lingga Yoni. Bagi mereka yang akan nangkil , diharapkan mematuhi aturan yang ada, yakni dilarang langsung nyelonong ke utama mandala. Ada beberapa tahapan sembahyang mesti dilalui. Dimulai dari paling bawah di palinggih Ratu Penyarikan Pengadang-adang, dilanjutkan sembahyang di palinggih Ratu Gede Mekele Lingsir. Sebuah palingih batu besar bertuliskan huruf Bali. Naik lagi, itu ada palinggih Widyadara-widyadari. Kemudian dilanjutkan pangayengan Dalem Ped Pura Dalem Ped di Nusa Penida. Selanjutnya naik lagi menuju beji. Di sana, pamedek malukat dengan tirta yang disebut tirta bang, yang merupakan salah satu jenis tirta di pura itu. Mangku Santa menyebutkan, ada tiga tirta dari klebutan atau sumber air berbeda di pura itu. Yakni tirta bang, tirta selem, dan tirta putih. Khusus untuk tirta putih belum dialirkan ke bawah, masih harus mendaki. Sedangkan tirta selem sudah bisa nunas di areal utama mandala. Setelah malukat di beji ini, baru diperkenankan masuk areal madya mandala. Di sana terdapat sebuah palinggih Ganesha atau oleh pamangku setempat disebut Sanghyang Gana. Setelah nangkil di sana, dilanjutkan ke utama mandala yang merupakan komplek palinggih Ida Bhatari Tri Upa Sedana. Palinggih Lingga Yoni juga ada di sini. Setelah itu, dilanjutkan sembahyang di palinggih Ratu Hyang Bungkut. “Harus diikuti alurnya itu kalau tidak ingin terjadi hal-hal negatif. Ibaratkan secara skala, izin dulu dengan yang di bawah sebelum masuk pura,” ungkapnya. BALI EXPRESS, RENDANG – Sejak beberapa tahun lalu, Pura Pajinengan Gunung Tap Sai, mulai ramai didatangi umat Hindu dari berbagai daerah di Bali. Apalagi saat purnama dan tilem, pamedek numplek hingga tengah malam di pura setempat. Pura yang lebih dikenal dengan Pura Tap Sai ini terletak di Dusun Puragae, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem. Pengemponnya adalah krama Puragae. Untuk mencapai pura ini lewat jalur Rendang-Kubu. Pura yang masuk wewidangan Desa Adat Besakih ini berada di tengah hutan, di lereng Gunung Agung atau sering juga disebut Gunung Jineng. Meski berada di lereng gunung, tak sulit menjangkau Pura Tap Sai itu. Jalannya sudah bagus, diaspal sampai di jaba pura. Salah seorang pemangku di pura setempat, Jro Mangku Santa mengatakan, pura itu sebenarnya bernama Pura Pajinengan. Berada di lereng Gunung Agung. Nama Jineng itu menurutnya diambil dari Gunung Jineng yang ada di sana. “Secara umum namanya Gunung Agung,” jelasnya saat ditemui Bali Express Jawa Pos Group. Bagaimana dengan sebutan Tap Sai? Dengan senyum mengembang, Mangku Santa mengatakan bahwa pertanyaan itu sering dilontarkan sejumlah pamedek yang nangkil ke sana. Sebutan itu lebih memasyarakat di luar desa. Hal itu terbukti saat koran ini bertanya kepada sejumlah warga di wilayah Kladian yang berbatasan dengan Puragae. Beberapa dari mereka malah kebingungan ketika ditanya Pura Tap Sai. Tahunya Pura Pajinengan. Jro Mangku Santa menceritakan, Tap Sai itu berawal dari kata matapa sesai atau sai-sai setiap hari bertapa atau bersemedi, Red. Semakin sering diucapkan, malah menjadi Tap Sai. “Mendengar namanya, sepertinya kecina-cinaan. Tapi tidak ada hubungan dengan Cina. Karena itu tadi, matapa sai-sai. Lama kelamaan menjadai Tap Sai,” terang Mangku Santa. Konon, lanjut dia, tempat berdirinya pura itu dulunya adalah tempat bersemedi. Tak diketahui dengan pasti, kapan pura itu mulai ada. Jro Mangku berusia 54 tahun ini, sebatas memberikan gambaran bahwa pura tersebut sudah ada sejak dirinya masih kecil. Namun, bangunannya tak sebagus sekarang. Begitu juga dengan palinggihnya juga dulu tidak beragam. Dia menegaskan bahwa adanya banyak palinggih, dan pura semakin terawat sejak dilakukan rehab pura tahun 2000-an. “Upacara besarnya setelah pembangunan itu digelar , yaitu sekitar tahun 2014. Sejak saat itu lah mulai ramai nangkil,” cerita Jro Mangku Santa. Pernyataan Mangku Santa ini, juga dibenarkan Jro Mangku Nengah Ngebeng dan Jro Mangku Istri Ketut Tirta. Mereka menyebutkan, ada tiga dewi berstana di pura itu. Yakni Dewi Saraswati, Dewi Sri, dan Dewi Laksmi atau disebut Bhatara Rambut Sedana, dan sering pula disebut Tri Upa Sedana. Umat Hindu percaya bahwa dengan memohon atau nangkil ke pura itu, akan mendapat anugerah. Banyak juga, lanjut Mangku Santa, pamedek nangkil untuk memohon keturunan. Karena memang ada palinggih Lingga Yoni. “Kalau memohon keturunan biasanya di sini, ada juga memohon biar lancar dalam bisnis,” ujarnya sambil menunjukkan palinggih Lingga Yoni. Bagi mereka yang akan nangkil , diharapkan mematuhi aturan yang ada, yakni dilarang langsung nyelonong ke utama mandala. Ada beberapa tahapan sembahyang mesti dilalui. Dimulai dari paling bawah di palinggih Ratu Penyarikan Pengadang-adang, dilanjutkan sembahyang di palinggih Ratu Gede Mekele Lingsir. Sebuah palingih batu besar bertuliskan huruf Bali. Naik lagi, itu ada palinggih Widyadara-widyadari. Kemudian dilanjutkan pangayengan Dalem Ped Pura Dalem Ped di Nusa Penida. Selanjutnya naik lagi menuju beji. Di sana, pamedek malukat dengan tirta yang disebut tirta bang, yang merupakan salah satu jenis tirta di pura itu. Mangku Santa menyebutkan, ada tiga tirta dari klebutan atau sumber air berbeda di pura itu. Yakni tirta bang, tirta selem, dan tirta putih. Khusus untuk tirta putih belum dialirkan ke bawah, masih harus mendaki. Sedangkan tirta selem sudah bisa nunas di areal utama mandala. Setelah malukat di beji ini, baru diperkenankan masuk areal madya mandala. Di sana terdapat sebuah palinggih Ganesha atau oleh pamangku setempat disebut Sanghyang Gana. Setelah nangkil di sana, dilanjutkan ke utama mandala yang merupakan komplek palinggih Ida Bhatari Tri Upa Sedana. Palinggih Lingga Yoni juga ada di sini. Setelah itu, dilanjutkan sembahyang di palinggih Ratu Hyang Bungkut. “Harus diikuti alurnya itu kalau tidak ingin terjadi hal-hal negatif. Ibaratkan secara skala, izin dulu dengan yang di bawah sebelum masuk pura,” ungkapnya.StayYour Way. With more than 1,100 hotels, resorts, and all-inclusive experiences in more than 65 countries around the world, our portfolio offers you a wide selection of experiences and offers to enjoy.
Memiliki momongan atau anak merupakan impian bagi setiap keluarga. Karena dengan hadirnya anak dalam keluarga akan membuat hidup menjadi berwarna. Dan yang paling penting bisa meneruskan keturunan. Namun adakalanya sebuah keluarga sulit untuk mendapat anak. Berbagai upaya dilakukannya untuk mendapat seorang anak, mulai dari konsultasi dengan dokter hingga memohon agar dikaruniai anak ke sebuah pura. Kali ini membahas tentang pura yang dipercaya bisa untuk memohon keturunan. Setidaknya ada 12 pura yang dirangkum pada artikel ini dan diolah dari berbagai sumber. 1. Pura Manik Galih Foto Istimewa Pura Manik Galih terletak di Desa Buduk, Kecamatan Mengwi, Badung. Pura ini dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat untuk memohon keturunan. Pada hari-hari tertentu banyak pemedek yang tangkil atau bersembahyang ke pura ini seperti saat Hari Raya Galungan maupun Kuningan. Pemedek mereka yang bersembahyang ke pura ini akan masesangi atau berkaul di pura ini, jika dikaruniai anak akan melakukan atau mempersembahkan sesuatu. Misalkan jika mendapat anak, pemedek tersebut akan datang lagi ke pura ini menghaturkan tetabuhan gong. Pemedek yang melakukan persembahyangan ke pura ini biasanya membawa pejati ataupun canang sari. Tak hanya memohon anak, ada juga pemedek yang memohon kelancaran, kesehatan, maupun keselamatan. 2. Pura Kereban Langit Sading Foto Istimewa Pura ini juga masih berada di wilayah Kecamatan Mengwi. Tepatnya yakni di Banjar Pekandelan, Desa Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Di pura ini terdapat sebuah beji yang biasanya digunakan sebagai tempat untuk melukat untuk membersihkan diri secara sekala maupun niskala. Selain itu, banyak juga pemedek yang datang untuk memohon keturunan. Hal ini dikarenakan dulu ada sebuah cerita tentang kelahiran Raja Sri Masula-Sri Masuli. Keduanya merupakan raja kembar yang pernah memerintah di Bali. Sebelum Sri Masula-Masuli lahir, ayahnya bingung karena tak ada yang akan meneruskan keturunannya. Lalu ia memohon kepada Bhatara di Gunung Agung agar bisa memiliki keturunan. Oleh Bhatara di Gunung Agung, ia diminta untuk mencari Tirtha Salaka. Ia mengutus seorang brahmana untuk menemukan keberadaan tirta tersebut. Atas petunjuk seorang pertapa, tirta tersebut berada di dalam goa tempat dibangunnya Pura Kereban Langit saat ini. Setelah meminum tirta tersebut, permaisurinya hamil dan dikaruniai anak kembar laki perempuan atau kembar buncing dan diberi nama Sri Masula-Sri Masuli. Sampai saat ini, masyarakat percaya jika di pura ini bisa memohon keturunan. 3. Pura Sumadewi Di Pura Sumadewi atau Pura Mas Medewi terdapat sebuah pancuran yang dipercaya sebagai tempat untuk memohon keturunan. Dengan mandi di pancuran ini, sepasang suami istri dipercaya bisa mendapatkan keturunan. Pura ini berlokasi di Banjar Tegal, Kelurahan Bebalang, Kecamatan serta Kabupaten Bangli. Sebelum mandi di pancuran, para pemedek terlebih dahulu melakukan persembahyangan di Pura Sumadewi. 4. Pura Jaya Prana Siapa yang tak tahu kisah cinta sejati Jaya Prana dan Layon Sari? Keberadaan pura ini dikaitkan dengan kisah cinta sejati dua orang ini. Pura ini bernama Pura Jaya Prana atau biasa disebut Pura Teluk Terima. Terletak di hutan yang merupakan kawasan Taman Nasional Bali Barat, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Untuk mencapai pura ini, pemedek harus menempuh puluhan anak tangga dari jalan raya. Di pura ini, diyakini berstana Dewi Kesuburan yang oleh banyak orang dipercaya sebagai tempat untuk memohon keturunan. Oleh karenanya, banyak pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak datang berdoa di pura ini untuk memohon keturunan. 5. Pura Candidasa Tangkapan Layar Google Map Bagi anda yang sering berwisata atau melewati kawasan wisata Candidasa, pastinya sudah tak asing dengan pura ini. Pura ini bernama Pura Candidasa yang terletak di sebelah utara kolam teratai. Pasangan suami istri yang tak kunjung dikaruniai keturunan memohon ke pura ini. Banyak masyarakat yang percaya, setelah memohon di pura ini, mereka dikaruniai keturunan. Di Pura ini terdapat lingga yoni yang melambangkan kesuburan. Selain itu, terdapat sebuah patung perempuan menggendong 10 anak, dan diyakini menjadi tempat untuk memohon keturunan. Untuk mencapai pura yang paling tertinggi, pemedek harus menaiki puluhan anak tangga. 6. Pura Lingga Yoni Di Desa Tumbu, Kecamatan dan Kabupaten Karangasem terdapat sebuah pura yang bernama Pura Lingga Yoni. Pada pura ini, seperti namanya, terdapat sebuah lingga yoni dengan ukuran besar. Dalam kepercayaan masyarakat Hindu, lingga yoni dipercaya sebagai lambang kesuburan, dimana lingga merupakan lambang purusa atau lelaki, dan yoni lambang predana atau perempuan. Jika keduanya disatukan maka akan tercipta kesuburan. Oleh karenanya, banyak masyarakat yang percaya jika di pura ini merupakan tempat untuk memohon keturunan. Mereka akan datang bersembahyang dengan membawa sarana persembahyangan berupa pejati. 7. Pura Luhur Gonjeng Pura Luhur Gonjeng berada di Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan dan berdekatan dengan objek wisata Alas Kedaton. Di pura ini juga terdapat lingga dan yoni, akan tetapi tempatnya terpisah. Lingga di pura ini memiliki ketinggian 60 meter, dan dipercaya sebagai tempat memohon keturunan. Banyak pasangan suami istri yang datang ke tempat ini, dan dianggap lingga ini sangat pemurah. Konon, dulu lingga ini berukuran pendek, namun lama-kelamaan meninggi sehingga menjadi seperti sekarang ini. Sementara untuk yoni di pura ini diyakini sebagai tempat untuk memohon obat yang diperuntukkan bagi hewan maupun ternak. 8. Pura Siwa Foto Istimewa Yang unik dari pura ini yakni terdapat sebuah patung Siwa setinggi 10 meter. Tempat ini diyakini sebagai tempat untuk memohon keturunan juga memohon jabatan, kelancaran usaha, pengobatan atau kesembuhan dan adapula yang melakukan meditasi. Di Pura Siwa ini juga terdapat lingga yoni yang dipercaya sebagai tempat untuk memohon keturunan. Pura ini terletak di Banjar Margasari, Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan. 9. Pura Kepuh Kembar Foto Istimewa Berlokasi di Banjar Belulang, Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung. Di pura ini terdapat pohon kepuh kembar yang dipercaya memiliki kekuatan magis. Pura ini memiliki ikatan dengan perjalanan Ida Dalem Putih Jimbaran dan Ida Dalem Solo sehingga pura ini juga disebut Pura Dalem Solo. Masyarakat banyak yang percaya jika di pura ini merupakan tempat untuk memohon keturunan. Bahkan dipercaya sudah banyak yang berhasil dikarenakan sesuhunan yang berstana di sini pemurah. 10. Pura Geger Dalem Pemutih Foto Istimewa Pura ini masih satu kawasan dengan Pantai Geger yang terletak di Desa Pemige, Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Pura ini berlokadi di atas tebing karang dan dari pura ini bisa menyaksikan keindahan Pantai Geger. Pada pura ini terdapat sebuah beji untuk melukat dan memiliki lingga yoni. Sehingga banyak masyarakat yang percaya jika di pura ini adalah tempat untuk memohon keturunan. Dahulu, dalam perjalanan Dang Hyang Nirarta melakukan dharma yatra ke Bali, beliau sempat beristirahat di lokasi pura ini. 11. Pura Erjeruk Foto Istimewa Pura Erjeruk ini terletak di Jalan Pantai Purnama, Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Letaknya di pesisir pantai dan dipercaya sebagai tempat untuk memohon keturunan dikarenakan ada sebuah pelinggih yakni Pelinggih Ratu Brayut. Disebut Pelinggih Ratu Brayut dikarenakan ada banyak patung anak-anak. Bagi yang ingin memohon keturunan di pura ini cukup membawa sarana tiga buah pejati, serta satu canang pengeraos. Pejati tersebut dihaturkan di pelinggih utama, di pelinggih Ratu Gede Pura Dalem Ped, dan di palinggih Ratu Brayut. Selain itu, pasangan suami istri yang memohon keturunan juga wajib memakan lungsuran atau surudan berupa tumpeng. 12. Pura Tap Sai Pura Tap Sai Pura Tap Sai ini terletak di Dusun Puragae, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem. Berada di tengah hutan di lereng Gunung Agung dan masuk wilayah Desa Adat Besakih. Nama pura ini sebenarnya adalah Pura Pajinengan. Ajan tetapi karena sering digunakan sebagai tempat pertapaan maka banyak yang menyebut Pura Tap Sai. Di pura ini dipercaya ada tiga dewi yang berstana yaitu Dewi Saraswati, Dewi Sri, dan Dewi Laksmi. Pada utama mandala pura terdapat sebuah lingga yoni. Pasangan suami istri yang belum dikaruniai keturunan biasanya akan memohon keturunan di tempat ini. Selain itu, pemedek juga bisa memohon jodoh maupun melakukan pelukatan untuk melebur kekuatan negatif dalam diri. TB Berikut Videonya